Seminar Kajian Budaya dan Media,

Kekuasaan dalam Kajian Budaya dan Media: Sebuah awal dan perkembangannya

06.50 Lailiyanr 4 Comments


Dikutip dari situs Wikipedia.org, kajian budaya adalah suatu sudut pandang teoritis yang memiliki perhatian pada hubungan antara kebudayaan dan kekuasaan (2016). Menurut Turner (2003), kajian budaya adalah sebuah studi mengenai proses budaya, khususnya budaya populer baik dari segi teoretis maupun dari segi politik. Hal ini juga disampaikan oleh Miller (2001) dalam A Companion to Cultural Studies, bahwa kajian budaya tidak hanya melihat masyarakat sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produser potensial dalam budaya populer, khususnya dengan kehadiran media sosial. Miller juga mengatakan, kajian budaya erat kaitannya dengan Marxisme, feminisme, dan pascakolonial.

Jika Miller lebih membahas tentang definisi dan pengaruh kajian budaya, Kellner dalam Cultural Marxism and Cultural Studies lebih membahas mengenai asal mula kajian budaya. Menurut Kellner (nd), kajian budaya dari berbagai perspektif keilmuan secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh Marxisme. Dimulai dari Marxis klasik yang menganggap budaya, ekonomi dan masyarakat sebagai superstruktur. Kemudian generasi kedua lebih berfokus pada ekonomi politik. Seperti pada teori Gramsci yang lebih menitikberatkan analisis budaya dan kepemimpinan politik yang bersifat hegemonistik. Gramsci menyatakan bahwa stabilitas masyarakat melalui kombinasi dominasi, kekuasaan, dan hegemoni didefinisikan sebagai penerapan kekuasaan tanpa paksaan. Teori ini dicontohkan melalui pergantian rezim pada fasisme Italia.

Pada masa Frankfurt School, menurut Kellner (nd), kajian budaya digambarkan oleh Hokheimer dan Adorno ke dalam sebuah analisis mengenai sistem produksi budaya massal yang dibuat agar masyarakat tunduk pada sistem kapitalisme konsumen berlandaskan pada psikologis manusia. Hanya saja, Hockheimer dan Adorno tidak menjelaskan sejarah penguasaan yang terjadi melalui hubungan produksi ini. Analisis Hockheimer dan Adorno dikritik oleh Habermas yang menyatakan bahwa kekuasaan dalam kajian budaya tidak hanya dipengaruhi oleh psikologis manusia, namun juga dipengaruhi oleh ruang publik yang diciptakan oleh media. Habermas memberikan penjelasan mengenai sejarah kemenangan industri budaya yang tidak disebutkan oleh Hockheimer dan Adorno dalam analisisnya.

Kajian budaya di bawah pengaruh budaya Marxisme ini kemudian menjadi salah satu dasar kemunculan kajian budaya kontemporer di Birmingham, Inggris pada era 1950-an dan 1960-an. Tuner (2003) menyebutkan bahwa kajian budaya Birmingham tidak lepas dari pengaruh lainnya. Kajian budaya Birmingham muncul karena adanya perlawanan akan kapitalisme dan munculnya gerakan revolusioner. Tokoh dalam kajian ini diantaranya: Richard Hoggart, EP. Thompson, Stuart Hall, dan Raymond Williams. Fokus kajian budaya Birmingham terletak pada budaya popular, dominasi kelompok elit, dan munculnya kelompok minoritas (Kellner, nd).

Jika kalangan Marxis melihat bahwa elit akan menguasai superstruktur secara total, kajian budaya Birmingham lebih melihat adanya pertarungan ideologi antar berbagai kelompok yang ada di dalam masyarakat. Elit tidak bisa sepenuhnya memaksakan pemahaman dan ideologinya. Hal ini dikarenakan kalangan lain bisa jadi punya pemahaman yang berbeda (oposisi) terhadap keyakinan dan ideologi elit. Meskipun kajian budaya menurut Frankfurt school atau Birmingham school memiliki perspektif yang berbeda dalam melihat hubungan antara budaya dan kekuasaan, keduanya menganggap budaya sebagai bentuk perlawanan terhadap masyarakat kapitalis. Pada perkembangannya, kajian budaya kemudian mulai menyebar ke daerah lain. Seperti, Perancis, Italia, Amerika Serikat, Amerika Latin, bahkan ke Afrika (Miller, 2001). 

Dari paparan Miller (2001), Turner (2003) dan Kellner (nd), dapat dilihat bahwa dalam perkembangannya, kajian budaya tidak hanya berfokus pada analisis tentang hubungan kebudayaan dan kekuasaan kelompok elit dengan borjuis. Tetapi, kajian budaya juga mencakup pembahasan mengenai budaya populer, perbedaan suku, ras, gender, bangsa, dan semua hasil produksi dari budaya dan proses perubahan sosial masyarakat.



Daftar Rujukan
Turner, G. (2003). “Introduction”. Dalam British Cultural Studies: an Introduction
Miller, T. (2001). “What it is and what it isn’t”. dalam A Companion to Cultural Studies
Kellner, D. (nd). “Cultural Marxism and Cultural Studies”
______. “Kajian Budaya”, entri pada https://id.wikipedia.org/wiki/Kajian_budaya, diperbarui pada 9 Oktober 2016, diakses pada 10 Februari 2017



Lailiya Nur Rokhman - 1606943025

You Might Also Like

4 komentar:

  1. Keren bgt mbak lail hehe

    BalasHapus
  2. Reviewnya keren Mbak Lail. Saran dari aku, tulisan berikutnya dikasih keterangan untuk istilah-istilah seperti 'Marxisme', agar pembaca di luar ilmu sosial bisa lebih ngerti hihihi

    BalasHapus
  3. Ulasannya sangat baik mba lail, namun sepertinya juga belum menyentuh aspek bahasa sebagai salah satu kajian budaya

    BalasHapus
  4. Sedikit masukan, mohon untuk nama tokoh seperti Gramsci, ditulis tepat. Jangan sampai berubah misalkan jadi Gramsi, karena nama tidak bisa diterjemahkan

    BalasHapus

Kirimkan ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz