story
'no ID caller'
Kembali kudapati
layar handphoneku menunjukkan 'no ID
caller'. . .
Ini sudah yang
ketujuh kalinya dalam 2 hari ini. Dan sekali lagi tanpa suara, tanpa jawaban, yang
terdengar hanya desahan nafas, dan kemudian terputus tiba-tiba.
Aku semakin penasaran sekaligus takut. Sudah kucoba mengabaikan deringan itu, namun rasa penasaran yang semakin membuncah menggerakkanku untuk mengangkatnya. Dan kembali kudapati perlakuan yang sama dengan telepon-telepon sebelumnya.
Aku semakin penasaran sekaligus takut. Sudah kucoba mengabaikan deringan itu, namun rasa penasaran yang semakin membuncah menggerakkanku untuk mengangkatnya. Dan kembali kudapati perlakuan yang sama dengan telepon-telepon sebelumnya.
Risih!
Itu yang aku rasakan
saat ini. Setiap aku ke kampus, aku seakan merasakan ada mata yang mengawasi
gerak-gerikku. Entah aku menjadi semacam paranoid atau apa, namun rasa itu
semakin kuat dari hari ke hari. 'no ID
caller' juga masih sering kudapati di layar handphoneku, meski saat ini lebih
sering aku abaikan. Dan yang menimbulkan tanda tanya adalah, seakan dia tahu
jadwal kuliahku. Tak pernah kudapati
'no ID caller' saat aku di kelas.
Semakin aneh dan
semakin membuatku sebal. Meskipun hanya telepon, namun ini membuat penasaran
yang teramat sangat. Aku ingin tahu siapa orang "kurang kerjaan" yang
selalu menelfonku akhir-akhir ini.
"Mungkin
penggemar rahasiamu?" Sarah terkekeh saat aku menceritakan 'no ID caller'
kepadanya.
"Aku
serius!", seraya kujitak kepalanya.
Adnan yang berada
disitu bersama kami hanya mengerutkan dahinya seraya memegang dagunya. Ini
tandanya dia lagi berfikir. Saat dia tahu aku menginginkan tanggapannya, dia
hanya menjawab dengan bahunya yang terangkat.
Aaaah. . . Aku
semakin penasaran dibuatnya. Meskipun kedua sahabatku ini menyuruhku untuk
tidak terlalu memikirkannya, namun masih saja
'no ID caller' memenuhi pikiranku.
Tapi kali ini lain!
Meskipun kali ini
aku tak sengaja mengangkatnya setelah mengacuhkannya beberapa kali karena
lelah, akhirnya 'kestria' kita menyerah. Ia mengeluarkan kata-katanya. Ia
bicara sodara-sodara. . Akhirnya setelah sekian lama aku penasaran, kali ini aku mendengarkan juga
bagaimana suara sang 'no ID caller' .
"Hai. . ."
hening beberapa lama.
"Maaf kalau aku
udah lancang dengan menelfonmu tanpa kata. Aku hanya ingin mendengar suaramu
saja. Mungkin kau tidak ingat denganku, namun aku sudah lama mengenalmu dan
memperhatikanmu. Aku. . ." kata-katanya meluncur begitu saja.
Aku hanya terdiam
hingga dia selesai bicara, meskipun aku tahu sulit bagi dia untuk ngungkapin
semuanya.
Sejenak aku
tersenyum dan aku merasa dia melihat senyumku itu, karena disaat yang sama aku
merasakan desahan nafas lega dari seberang.
"Kamu mau kan
memaafkanku dan berteman denganku? Kita mulai dari awal dan aku sungguh-sungguh
minta maaf dengan ketidaknyamanan yang sudah aku perbuat, Kayla. Aku hanya
ingin berteman denganmu, tapi aku bingung harus memulainya dari mana"
"Baiklah, aku
memaafkanmu. Tapi dengan 1 syarat, kamu harus menemuiku hari minggu besok di Altea cafe. Kita mulai dari awal, dan aku
anggap tidak ada apapun sebelumnya." ucapku
Dan dia
menyetujuinya.
"Lebih mudah
bagiku untuk memulai pertemanan daripada aku harus melanjutkannya sebagai
musuh", gumamku sambil tersenyum.
"Kita mulai
dari awal lagi yaaa. . Hai, namaku Kayla. ." sapaku riang
"Aku Ken, aku
anak Pak Sasongko, rekan bisnis ayahmu di KL dulu. Kita pernah bertemu saat
ayahku menjamu keluargamu 10 tahun yang lalu. Maafkan aku tidak bilang
sebelumnya", jawabnya diseberang.
Dan aku terpaku
untuk kesekian kali karena sesungguhnya ia adalah pangeran impianku semasa
kecil. . . .
*****
0 komentar:
Kirimkan ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz